Minggu, 05 Desember 2010

Ngutang.. Gara2 siapa??

Sebelumnya, bahwa saya adalah hanya lulusan D3, yang dikelas masih sering ngantuk dan nglamun, yang belajarnya cuma mau ujian aja, yang kadang kalo ngerjain tugas suka asal, yang IPnya suka gak konsisten ;p. Dan hanya punya pengalaman kerja 1 tahun.. Jadi, kalo di dalam tulisan ini banyak kekeliruan dan kengawuran, maka itu adalah hal yang sangat sangat PANTAS untuk dimaklumi, muahahahaha :D

Endesway, ini adalah OPINI saya.. Opini dari seorang manusia dengan deskripsi di atas, jadi yaa, jangan diambil ati lah yaa.. Ini cuma celetukan yang kalo disimpen takut jadi bisul, hehehe... Kali ini pengen ngebahas masalah utang hubungannya ama APBN.. Disini, saya bakal pake logika yang sangat sederhana, keterlaluan malah sederhananya.. Ga nyampe otaknya kalo yang tinggi2, hehe...

Di era kenyolotan kebebasan pers sekarang, orang makin bebas mengungkapkan pendapatnya... Apalagi ditambah makin akrabnya dunia internet dengan masyarakat kita sekarang... Pendapat dan opini bertebaran dimana2, dengan asas kebebasan tadi, orang-orang juga makin melek info dan makin nyinyir kritis ke pemerintahan, salah satunya masalah utang... Dari jaman reformasi, doski (baca : utang) adalah salah satu topik paling seleb di demo2.. Dan dengan adanya internet dan blow up media, makin banyak orang berkomentar tentang utang dengan pendapat yang bervariasi.. Cuma, sayanya, kok ya sering baca celetukan2 ngasal sok kritis yang malah bikin geli karna nada yang seolah2 ybs adalah korban utang yang dizhalimi luar biasa dan HANYA menyalahkan pemerintah.. Dan kritikan yang sering terlontar adalah perkara :
  1. Pemerintah ngutang dengan seenak udelnya dan membebani masyarakat seIndonesia dengan utang per-kepala 10 jeti bla bla blaa...
  2. Utang = neoliberal = antek Amerika
  3. Tiap nambah utang pasti dikritik abis2an...
Saya tidak akan membahas perhitungan statistika per-kepala tadi, atau paham ekonomi yang dianut Indonesia, atau sebab musabab nembah utang korelasinya dengan perekonomian dan keberpihakan pemerintah pada masyarakat, atau percepatan pembangunan .. Saya hanya ingin menuliskan pikiran saya tentang utang dan korelasinya dengan struktur APBN secara sangat100x s.e.d.e.r.h.a.n.a.... Hanya dari sisi Pendapatan dan Belanja secara garis besar...

Secara garis buesar,  APBN terdiri dari Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan (Pasal 11 UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara).. Yang musti dipelototin adalah si Pembiayaan.. Pembiayaan adalah penerimaan yang harus dibayar kembali, ato pengeluaran yang akan diterima kembali (kalo ini dari pasal 1 angka 17 UU 17 tahun 2003).. Baithewaaaay, kita pakenya anggaran surplus/defisit... Jadi,, kalo..

Pendapatan > Belanja maka Surplus, musti direncanakan penggunaannya...
Pendapatan < Belanja maka Defisit maaaak, makanya musti direncanakan sumber pembiayaannya dari mana.... Nah,, utang adalah salah satu nomenklatur pembiayaan tadi...

Jadi cin, datengnya utang itu ya sederhananya Belanja kita lebih gede dari Pendapatan... Ngomong APBN berarti ngomongin Keuangan Publik,beda ama Keuangan Privat.. 

Kalo privat :
Kita tau pendapatan kita berapa, baru merencanakan belanjanya.. Jadi gaji Chokie 1,5 juta, chokie punya rencana blanja bayar kosan 500+makan 600+pulsa 200+supermarket 400.. Nah, blanjanya lebih gede 200, Chokie bisa memilih buat ngutang 200 perbulannya ato ngurangin blanjanya...

Tapi kalo bicara Keuangan Publik utamanya APBN ga bisa gitu :
Ditentukan dulu rencana belanjanya (yang notabene merupakan kebutuhan) baru cari pendapatannya darimana... Harus dilakukan penghematan, tapi kalo udah fix, ga bisa sembarangan dipangkas, apalagi belanja mengikat..

Knapa ga pake kayak keuanga privat aja sih? Tentukan potensi pendapatan baru tentukan rencana belanjanya.. jadi gak perlu defisit, yang artinya gak perlu utang!!
Gak bisa juga cin.. Karena bisa berakibat begini :
(contoh lebay)
Pemerintah : Karna potensi pendapatan kita cuma 700T jadi dilakukan pemangkasan2 Belanja.. Belanja Gaji Pegawai se Indonesia diturunkan 10%, Pembangunan infrastruktur tertentu pending dulu yaa, Subsidi dicabut.. Daripada defisit terus ngutang cyiiiiiiiiin....

Nah,masyarakat banyak asal protes kadang.. Mengecap satu-satunya tersangka utang : Pemerintah
Kalo diinget sebab sederhana utang tadi, gara2 Belanja > Pendapatan

Jadi jalan biar ga utang ya memperkecil Belanja dan/atau memperbesar Pendapatan

I couldn't agree more bahwa Pemerintah memang harus melakukan penghematan luar biasa tanpa mengabaikan kepentingan dan kebutuhan publik.. Fasilitas berlebihan, perjalanan dinas yang urgensinya dibuat2, ongkos demokrasi yang mahal, honor2 tambahan untuk kegiatan rutin, subsidi yang tidak tepat sasaran, "permainan" pengadaan barang/jasa, dan penyelewengan anggaran belanja (korupsi) juga merupakan pemborosan paling terkutuk..

Namun selain Anggaran belanja yang "diperkecil", pendapatan juga harus diperbesar... Kalo dulu nih, jaman orba, pendapatan negara banyak disumbang oleh hasil dari eksplorasi alam.. Ya, alam Indonesia memang luar biasa kaya... Sayangnya, SDA adalah barang yang terbatas dan tidak bisa diperbaharui, pun kalo bisa diperbaharui, dibutuhkan waktu yang luamaa..Kalo kita tetep pake skema seperti itu, maka suatu saat kita yang bakal kedodoran karena sumber pendapatan yang terbatas dan susah untuk dikembangkan.. Makanya pasca reformasi, potensi pendapatan "digeser" ke Perpajakan.. Dari tahun ke tahun , memang pendapatan pajak makin meningkat rata2 25,6%, angka ini dari Nota Keuangan RAPBN 2010 Bab Pendapatan Negara dan Hibah..  Lengkapnya Nota Keuangan dan RAPBN dan RAPBNP bisa dilihat di sini

Saya persempit lingkup pembicaraan.. Tulisan ini menanggapi orang2 yang kritis abis yang offensif terhadap pemerintah yang lidahnya setajam silet tapi ngomongnya agak asal, yang sayangnya jumlahnya semakin buanyak terutama di era twitter ini..

Penerimaan Pajak RAPBN 2010 mengambil porsi 74,35% dari total pendapatan yaitu 729,2T.. Dengan rincian :
Pajak Dalam Negeri : 702 T yang terdiri 
  • Pajak Penghasilan : 304,3 T
  • PPN : 267,0 T
  • PBB dan BPHTB : 33,9 T
  • Cukai : 57 T
  • pajak lainnya : 3,8 T
Pajak Internasional sebesar 27,1 T

Sekali lagi saya membicarakan para pengkritik yang mengaku telah dirugikan karna udah ngrasa bayar pajak dengan blanja2 berPPN, makan2 di restoran ber PPN, intinya PPN sektor ekonomi.. Nah, kemungkinanpajak2 yang dibayarkan pengkritik adalah :
  • Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih : 0,2 %
  • Perdagangan, Hotel dan Restoran : 28,2 %
  • Komunikasi dan Angkutan : 2,6 %
  • PPN lain dan yang belum jelas batasannya : 0,4%
Total 31,4 % dari PPN, karna sektor yang lainnya hubungannya sama industri.. Jadi yang dibangga-banggakan oleh pengkritik menyumbang 31,4% dari 38% pendapat atau sebesar nyaris 12% pendapatan negara..nyinyir

Berbicara soal Pajak Penghasilan, maafkan keenggamahiran saya ngoprek Googel, tapi saya kesulitan dapet data berapa jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi, yang saya baca, itupun cuma dari berita bahwa jumlah NPWP untuk orang pribadi (sektor yang melekat pada pengkritik nyinyir) sebanyak 16.587.054 Bandingkan dengan angkatan kerja yang dari saya baca di sini sebanyak 104an juta orang.. Which is, kesadaran wajib pajak masih sangat2 berpotensi gilak untuk ditingkatkan..

Ya, memang bete banget kalo udah bayar pajak  tapi dihambur2kan secara tidak bertanggung jawab.. Hanya ingin mengatakan, menghilangkan utang dengan "menyeimbangkan" Pendapatan dan Belanja bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi masyarakat juga.. Harus ada upaya dari dua sisi.. Masyarakat ikut andil menciptakan ketimpangan Pendapatan dan Belanja..

Kalo pengkritik yang berkicau pedas punya NPWP, ikut bayar pajak, dan merasa kecewa atas tindakan utang pemerintah sih ga masalah, reaksi yang tepat walo agak berlebihan kalo nyampeinnya asal nyela.. Tapi kalo udah nyela, ternyata gak punya NPWP, gak bayar pajak dan bangga pula?? D'OHH

p.s : maafkan kekurangajaran saya kalo menggunakan angka2 yang belum tentu valid, dan menyandingkannya dengan logika yang super sederhana.. masalah kapasitas otak sih, hihihihi