Sabtu, 11 Desember 2010

Warung Tegal, menghitung hari...

Sebenernya udah mau nulis ini pas lagi hot-hotnya, cuma ga sempet2.. Sabtu ini saya liat re-runnya provoactive proactive yang ngebahas -lagilagi- tentang Pajak Warteg, saya jadi tergelitik untuk menulis ini.. Sebenernya acara provoactive proactive yang digawangi oleh tim random yaitu rapper Pandji, penulis Raditya Dika, artis tivi (apacoba) Ronal Extravaganza, penyanyi Jflow dan satu cewek cuma saya ga tau siapa (hehe) adalah salah satu acara tv dari sedikit yang menurut saya layak tonton.. Menurut saya itu acara beda ama parodi macem democrazy yang cuma bisa sok mengkritik sana sini secara sinis, tapi tidak menyajikan solusi.. Provoactive proactive dengan konsep warkopnya menjadi acara kritikan yang menghadirkan diskusi netral sebagai anak muda, menanggapi masalah yang dijadikan tema acara.. Tapi kali ini lain.. Entah kenapa, materi yang disajikan kok agak2 ngarang... Bintang tamunya yaitu Wanda Hamidah dengan kapasitasnya sebagai anggota DPRD (yang malah bilang kalo kerjaan legislatif itu yang dikerjain cuma dikit -_- ) menanggapi masalah Pajak Warteg seolah2 dia bukan bagian dari DPRD yang berperan melahirkan jenis pajak itu...

Juga para demonstran yang salah alamat demonstrasi ke kantor Pajak Pusat atau melontarkan kritik ke aparatur Direktorat Jenderal Pajak.. Hehehehe, geli atuuuh.. Udah merangkai kata sedemikian pedas dan cerdas tapi ternyata salah alamat (yang berarti informasi dasarnya juga ga ngerti sebenernya)..

Oke, Pajak Warteg adalah Pajak Daerah (Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), BUKAN Pajak Pusat yang dipungut DJP.. Jadi kalo mau demo, datengnya ke DPRD ato kantor pemda raperda/perda yang bersangkutan ya mas-mas, mbak-mbak :))

Nah, di acara Provoactive Proactive, anggota DPRD kita yang terhormat ini berkata intinya gini : "Kan ini sudah diamanatkan ama UU 28 tahun 2009 yang merupakan produk hukum pempus ama DPR, kita kan cuma turunannya aja.. Jadi ya sebagian besar cuma copy-paste aja.. Lagian itu Perda 90%  dari eksekutif.. Seharusnya Pemerintah berpihak pada pedagang menengah ke bawah.. Omzetnya perlu ditingkatkan, belum ada pungli.. Harus ada upaya dari Pemda Jakarta untuk memperbaiki Dinas Pajak, lihat saja kasus Gayus"

Sumpah saya tepok jidat saya pas denger Wanda Hamidah.. Rasanya pengen garuk-garuk tanah, membuka pintu kamar, berlari ke tanah lapang, memandang langit, menengadahkan tangan, dengan mata nanar berteriak "MENGAPAAAA?? MENGAPA KATA-KATA ITU BISA KELUAR DARI ANGGOTA DEPEERDEEE???!!!"

  1. Please ya tante, itu Raperda/Perda ga bakalan bisa keluar untuk dievaluasi, kalo engga ada persetujuan dari DPRD, tempat situ sedikir bekerja tadi!! Evaluasi )yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan hanya sebatas kesesuaian dengan Produk Hukum diatasnya yaitu UU 28/2009 dan UU Sektoral.. Bukan substansi (ini akan saya tulis di bawah)
  2. Pemerintahan Daerah engga ada urusan secara struktural dengan institusi pajak (institusi pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak beserta instansi vertikalnya yaitu Kantor Pelayanan Pajak, bukan Dinas Pajak)
  3. Kalo institusi yang menangani pajak-pajak daerah itu Dinas Pendapatan Daerah tante
  4. Gayus, sama skali ga ada hubungannya ama Dispenda
Nah, masuk ke inti postingan.. Pajak Daerah adalah wewenang Pemerintahan Daerah dan DPRD.. 
Undang-Undang 28 Tahun 2009 menyebutkan beberapa hal berikut :
Pasal 1 angka 22 : Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran
Pasal 1 angka 23 : Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.

Jadi di Undang-Undang, memajaki warung, memang boleh, tetapi tidak harus.. Tidak semua jenis pungutan di UU 28/2009 ini harus dipungut. Dipungut atau tidaknya merupakan diskresi daerah (otonomi daerah cinta, kalo yang berbau2 pemasukan kenceng teriak masalah otonomi daerah.. kalo bermasalah langsung nuding pemerintah pusat).. Sebenernya  UU 28/2009 yang bersifat closelisted ini justru diniatkan untuk penertiban pungutan.. Dulu jaman UU 34/2000 yang sifatnya openlisted, diskresi daerah lebih luas.. Cuma karena kok makin "merajalela" jenis pajak dan retribusinya, makanya dibikin closelisted.. Pungutan yang bisa dilaksanakan cuma yang ada di UU 28/2009.. Cuma ya itu tadi, tidak semua jenis pungutan harus dilaksanakan.. Semua berdasarkan kebijakan daerah, melihat karakteristik daerah, potensi daerah dan cost and benefit-nya.. Lagian di pasal 2 angka 2 b disebut kalo Pajak Restoran (empu pajak warteg) ini jenis Pajak Kabupaten/Kota levelnya.. Ya saya pribadi berpendapat kalo pajak ini diberlakukan emang gak pantes, cuma ya ini issue kenapa seolah2 ini adalah pajak nasional sihh..



Disebutkan di pasal 37 angka 3 bahwa "Tidak termasuk objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.. Diskresi penentuan angka batas tertentu tadi juga ada di Daerah, karena nilai uang di masing-masing daerah itu beda.. (By the way, bisa looh  warung yang terlihat busuk-makanannya ga enak-jorki di Jakarta omzetnya lebih gede dari apa yang disebut masyarakat sebagai restoran, di daerah)... 

Pasal 40 angka 1 menyebutkan Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).. Jadi, dengan bijaksana Daerah bisa menetapkan tarif dibawah itu, termasuk 0%..

Masuk ke Pemda DKI Jakarta.. Saya udah ngoprek Google namun apadaya saya ga nemu draft Perdanya, cuma berita.. Kalo tanggapan saya pribadi ya, yaelah kebangetan banget seeeeeeeeh ampe merambah-rambah ke Warteg!! DKI Jakarta itu, dengan berbagai jenis pajak daerah yang belum optimal pemungutannya, Pendapatan Asli Daerahnya udah bisa nutup Kebutuhan Fiskalnya sehingga DAUnya Rp. 0 , udah lebih lebih malah.. Bisa nutup kebutuhan fiskal termasuk belanja aparatur yang konon katanya penghasilan PNSD DKI diatas rata-rata PNS biasa.. 

Oke, potensi pendapatan sih potensi pendapatan.. Tapi bisa ga lebih bijaksana? Public Servant sifatnya melayani, bukan mencari untung.. Terus penggalian potensi pendapatan daerah sifatnya harus win-win solution.. Bukan Pemerintahnya dapet pemasukan, obyeknya terancam mati..

p.s : Jadi ya tante Wanda, sebelum ngomong kayaknya perlu tau informasi2 dasar yang bener, geli tauk ;p.. Dan untuk Provoactive Proactive, guys, kalian menjanjikan terobosan baru, acara untuk bangsa dari anak muda, sebuah kepedulian.. Jadi tolong jangan bertransformasi jadi acara gosip warkop ya.. Saya suka acara kalian...